Kamis, 06 Januari 2022

Membangun Budaya Positif

 Membangun Budaya Positif di Sekolah

Nama : Dewi Ati Rohmatilah
Asal Sekolah   : SD Negeri Cirata
Calon Guru Penggerak Angkatan-4 KBB 2021

    Sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dan budaya positif sangat tepat sekali jika didukung oleh visi sekolah yang berpihak pada murid berorientasi penuh pada murid. Dalam mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan tersebut harus dilakukan secara kolaboratif dan berbasis pada kekuatan yang dimiliki sekolah. Adanya kebiasaan -kebiasaan berupa sikap, perbuatan dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan sekolah sebagai budaya sekolah serta partisipasi semua warga yang mendukung terhadap perubahan positif dan konsisten membutuhkan waktu dan bersifat bertahap merupakan tujuan pencapaian perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Pernyataan di atas berorientasi pada membangun budaya positif di sekolah. Pernyataan di atas didukung oleh pernyataan Ki Hadjar Dewantara bahwa Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diwariskan. Oleh karena itu pendidik dapat menjadi pewaris nilai-nilai di masyarakat yang bisa ditransformasikan kepada para murid melalui keteladan, pembiasaan, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Seperti dipertegas oleh filosofi Ki Hadjar Dewantara  bahwa pendidik itu harus menjadi  Ing Ngarso Sung Tulodo (pendidik harus memberi teladan, contoh dalam berkata dan berprilaku) Ing Madyo Madyo Mangun Karso(pendidik harus menyemangati murid untuk terus berprestasi), Tut Wuri Handayani (pendidik harus memberikan dorongan sehingga memotivasi , menuntun murid dalam membuat keputusan dan menguatkannya).

Menurut Ki Hadjar Dewantara  tujuan dari Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar  serta berpikir.  Pendidik harus dapat memfasilitasi kegiatan pembelajaran secara holistik antara cipta, rasa, dan karsa juga raga secara seimbang yaitu dapat menumbuhkembangkan budi pekerti melalui merdeka belajar. Merdeka belajar memberikan semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir agar mencapai keselamatan dan kebahagian berdasarkan kesusilaan untuk menuju profil pelajar Pancasila. Karakter yang  dikembangkan  dalam profil  pelajar Pancasila adalah sebagai berikut:

1.    Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia

2.    Mandiri

3.    Bergotong rotong

4.    Berkebhinekaan global

5.    Bernalar kritis

6.    Kreatif

Merdeka belajar memberi kesempatan kepada murid untuk  belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan.  Adanya lingkungan belajar yang nyaman dan Bahagia harus didukung  oleh budaya positif.  Budaya positif dibangun  oleh  lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab.

Kegiatan check suhu

Budaya positif berkaitan dengan disiplin. Bentuk disiplin yang dijalankan di sekolah selama ini sering dihubungkan dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan.  Kata disiplin” sering dihubungkan dengan hukuman, dan ketidaknyamanan .  Namun menurut Diane Gossen bahwa disiplin berkaitan dengan  kontrol guru dalam  menghadapi murid.  Seorang guru yang memahami teori kontrol akan mengubah pandangannya  dari  teori stimulus respons  ke cara berpikir proaktif  yang mengenali tujuan dari setiap  tindakan.  Posisi kontrol guru dalam  menghadapi murid  memiliki  peran  penting dalam membina disiplin  positif, karena disiplin positif merupakan unsur utama dalam  terwujudnya budaya positif di sekolah kita. Disiplin  positif  tidak harus  dengan  memberi hukuman,  dan bahkan kalau perlu hukuman  tidak digunakan sama sekali.

Berkaitan dengan pernyataan di atas Ki Hadjar mengemukakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan, kita harus menciptakan murid yang merdeka,  syarat utama murid merdeka  adalah  memiliki disiplin diri. Disiplin diri yaitu disiplin  yang  memiliki motivasi internal yang berasal dari dalam diri.  Jika  kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan motivasi eksternal yang  berasal dari luar diri kita.  

Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Disiplin diri mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik, kita memiliki tujuan menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Beberapa aspek yang perlu kita perhatikan dalam membangun budaya positif yaitu :

  1.    Motivasi Perilaku Manusia

Setiap perilaku yang dilakukan murid adalah untuk menghindari ketidaknyamanan dan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.  Menurut Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, bahwa ada 3 alasan motivasi perilaku manusia yaitu :

a. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan.

b.  Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.

c.  Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.  Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Motivasi ini akan mendorong seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

 

2.    Kebutuhan Dasar

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Kebutuhan dasar manusia, terdiri dari :
a.     kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
b.    cinta dan kasih sayang  (love and belonging),
c.     kebebasan (freedom),
d.    kesenangan (fun),
e.     kekuasaan (power).
Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif daripada cara yang negatif. 

   3.  Posisi Kontrol Restitusi

      Pendidik  perlu meninjau kembali penerapan disiplin yang selama ini kita lakukan. Apakah telah  

      efektif,  apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa?

     Menurut Gossen ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam 

     melakukan kontrol yaitu sebagai berikut:

  • Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.
  • Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau  rendah diri.
  • Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang.
  • Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam  mengontrol murid.
  • Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. 
         Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan                demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan.          Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan                bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita          seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan                dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat                   konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang            ada.

 4.  Keyakinan Kelas

Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif.  Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Keyakinan yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Pembentukan Keyakinan Kelas adalah sebagai berikut:

• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.

• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.

• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.

• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh  

   semua warga kelas.

• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.

• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat

    kegiatan curah pendapat.

• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

 

1.     5.   Segitiga Restitusi

Restitusi merupakan cara menanamkan disiplin positif pada murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki  kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada  kelompok  mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). 

Restitusi merupakan proses kolaboratif  yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah.

Penekanannya bukan pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun  tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai  kebajikan yang mereka percayai.  Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.

Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol  William Glasser tentang solusi menang-menang.

Ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya adalah sebagai berikut:

  •  Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Adanya inisiatif dan keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu rasa penyesalan. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita. Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.
  • Restitusi memperbaiki hubungan. Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. 
  • Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. 
  • Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri. Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan.
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Restitusi diri adalah cara yang paling baik, murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.  Restitusi fokus pada karakter bukan Tindakan. 

Segitiga restitusi/restitution triangle. Proses ini meliputi tiga tahap dan setiap tahapnya berdasarkan pada prinsip penting dari Teori Kontrol, yaitu :

  • .       Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity ), Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan 
  • .        Validasi Tindakan yang salah (Validate the Misbehaviour), Semua perilaku memiliki alasan. 
  • .       Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief ), Kita semua memiliki motivasi internal

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-langkah itu tidak harus dilakukan satu persatu. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

Berikut adalah link aksi nyata- Budaya Positif  yang sudah saya lakukan, mudah-mudah bermanfaat mohon berkenan subscribe , terimakasih  https://youtu.be/MZyfX8Gc8Ks

 

 




Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran - Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.9

 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran   (Koneksi Antar Materi Modul  3.1.a.9) Oleh : Dewi Ati Rohmatilah CGP- Angakatan 4 Kab...